Abdul Djamil Harap Ditjen PHU Kawal Kesiapan Tenda Baru di Arafah

By Admin

nusakini.com--Mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Abdul Djamil meminta jajaran Ditjen PHU untuk terus mengawal kesiapan tenda baru di Arafah. Kesiapan tersebut mencakup konstruksi, serta ketersediaan listrik dan pendingin ruangan. 

Hal ini disampaikan oleh Abdul Djamil saat menjadi narasumber pada Sosialisasi Peningkatan Pelayanan Jemaah Haji di Arab Saudi tahun 1438H/2017M di Batam, Rabu (07/06). Abdul Djamil yang saat ini menjadi Guru Besar UIN Walisongo Semarang menyampaikan materi tentang Problematika Layanan Haji di Arab Saudi dan Solusinya. 

"Haji tinggal menghitung waktu. Cek melalui TUH (Teknis Urusan Haji), kesiapan konstruksi perkemahan sudah sejauh mana," ujarnya. 

Tahun ini, tenda Arafah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Tenda dibuat dari bahan PVC yang tahan air dan tahan api. Selain itu, bahan PVC juga dapat menginsulator panas sehingga hawa dingin yang ada di dalam tenda tidak mudah keluar. 

Setiap tenda juga akan dilengkapi dengan pendingin udara. Untuk konstruksi akan menggunakan baja yang kuat sehingga tidak gampang bergeser dan lebih tahan angin. 

Selain kesiapan konstruksi, Abdul Djamil juga meminta agar proses kelengkapan alat pendingin (evaporatif air cooler) yang akan dipasang di tenda juga dikawal. Pengawasan utamanya terkait keseimbangan antara jumlah alat pendingin dengan besarnya ruangan dan jumlah jemaah yang ada di dalamnya. 

"Kalau AC mati, tenda tertutup, maka bisa seperti di-oven. Meski pihak yang mengadakan mengatakan kalau bahan tenda bisa menahan panas, namun ini perlu diantisipasi," terangnya. 

"Perlu dilakukan cek kesesuaian antara tenda dengan ketersediaan AC. Potensi ada masalah daya listrik di Atas juga perlu diantisipasi," sambungnya. 

Abdul Djamil menambahkan, meski penyelenggaran haji dilakukan setiap tahun, namun demikian potensi problematikanya sangat dinamis. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: melibatkan banyak orang dengan ragam strata sosial dan puncak rangkaiannya berada pada satu tempat dan satu waktu. 

Data jemaah yang ada, lanjut Abdul Djamil, 98% jemaah belum berhaji. Potensi problem lainnya adalah penyelenggaraan dilakukan di negeri orang. 

"Tidak ada perhelatan yang mirip dengan haji. Mobilisasi pasukan ke Medan tempur meski jumlahnya besar, mereka adalah orang terlatih," tuturnya. 

"Haji, meski jemaah dilatih, tapi sangat beragam. Di situ ada pejabat, doktor, lulusan S1 tapi ada juga yang tidak sekolah. Satu titik ini saja kadang sudah menimbulkan problem," tambahnya. 

Sehubungan dengan itu, Abdul Djamil menggarisbawahi pentingnya sosialisasi yang dilakukan secara intensif. Dengan demikian, jemaah yang akan berangkat sudah benar-benar memahami teknis penyelenggaraan haji, baik yang terkait manasik, regulasi, dan kondisi sosial budaya di Saudi yang berbeda. 

Sosialisasi, kata Djamil, bahkan perlu dilakukan sampai pada hal-hal non teknis, seperti larangan membawa jimat dan simbol-simbol yang mengundang pertanyaan pihak keamanan Saudi (Askar). Pengalaman sebelumnya, ada jemaah yang membawa sarang tawon dan rajah yang akhir tertahan di bandara Madinah. 

Sosialisasi peningkatan layanan jemaah haji ini digelar hingga Kamis, 8 Juni 2017. Acara ini diikuti oleh para Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dari 13 Kanwil Kemenag Provinsi, unsur Badan Pusat Statistik, Sekolah Tinggi Pariwisata, dan Ditjen PHU. 

Sosialisasi yang sama juga akan dilakukan kepada 21 Kabid PHU Kanwil Provinsi lainnya setelah Idul Fitri. (p/ab)